The Phenomenon of Suicide and Mental Health

Nationwide suicide rate increases sharply each year in Indonesia. External and internal factors play crucial role to suicidal behavior. External factor such as poverty, family problem and peer problem claimed to be the main causes. Nevertheless internal factor such as inexistence of mental health, happiness and positive self concept deemed to be more dangerous. The government and parliament should work hand in hand in increasing awareness on mental health issues. Bill on Mental Health has become very urgent to be established.
Pada 3 Februari 2010 sekitar pukul 16.00 sore seorang wanita muda bernama Hensi terlihat berdiri berpegangan di pinggiran dinding lantai 4 Mall Pasaraya Citra di Muara Enim Sulawesi Selatan. Seperti ditayangkan di Metro TV , Hensi berpegangan hanya dengan satu tangan, hingga akhirnya dia pun menjatuhkan diri. Beruntung beberapa warga berinisiatif meletakkan matras di posisi dimana Hesti akan jatuh sehingga upaya bunuh diri Hesti gagal. Sementara di Klaten Media Indonesia (15/8/2010) memberitakan seorang Ibu bernama Khoir Umi Latifah yang membakar diri dan kedua anaknya yang berusia 4 dan 2,5 tahun hingga meninggal, hingga kini belum diketahui secara jelas penyebab aksi nekat bunuh diri tersebut. Terdapat sangat banyak kasus-kasus bunuh diri di Tanah Air seperti yang terliput oleh media.
Di Indonesia, meskipun belum tersedia data bunuh diri secara nasional akan tetapi angka bunuh diri terus meningkat. WHO menuliskan di Jakarta angka bunuh diri meningkat dari 112 kasus pada tahun 1996 menjadi 146 pada tahun 1998, diduga peningkatan tersebut dikarenakan krisis moneter yang mengalami puncaknya di Indonesia pada tahun 1998. Media Indonesia (15/8/2010) menuliskan kasus bunuh diri di Jakarta pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing sebanyak 102 kasus. Kasus bunuh diri juga tinggi di Bali. Menurut Psikiater Bali Luh Ketut Suryani, antara Januari-September 2010 saja telah ada 146 kasus. Daerah lain yang mempunyai banyak kasus bunuh diri adalah Gunung Kidul. Psikolog RSUD Wonosari Ida Rachmawati mengatakan bahwa di Gunung Kidul pada tahun 2007 terjadi 31 kasus, tahun 2008 sebanyak 29 kasus, dan tahun 2009 juga sebanyak 29 kasus. Adapun urutan modus bunuh diri di Indonesia yang sering digunakan -dari yang paling sering hingga lebih jarang- yaitu gantung diri, terjun bebas, potong urat nadi, membakar diri, minum racun, menceburkan diri dan menembak diri.
Bunuh diri memang fenomena yang fantastis. Bunuh diri merupakan penyebab kematian tertinggi ke-12 di dunia (WHO), nomor 10 di Negara-negara Barat dan nomor 8 di Amerika Serikat (Carson dkk, 1996). Kasus bunuh diri bagaikan fenomena gunung es, dimana diperkirakan kasus bunuh diri yang tidak terdata lebih banyak lagi. Weikstein (Dalam Carson dkk, 1996) mengatakan bahwa kebanyakan ahli sepakat bahwa jumlah kasus bunuh diri yang sesungguhnya kemungkinan dua kali atau beberapakali lipat lebih banyak. Di Amerika Serikat (AS) diperkirakan lebih dari 200.000 orang berusaha melakukan bunuh diri tiap tahunnya, dan sekitar 3 persen dari seluruh orang AS pernah terpikir untuk melakukan bunuh diri selama rentang hidupnya.
PELAKU BUNUH DIRI
Dalam Carson, dkk (1996) dituliskan bahwa usaha melakukan bunuh diri lebih sering dilakukan oleh orang-orang yang berusia dibawah 35 tahun, dan kemungkinan wanita berusaha melakukan bunuh diri tiga kali lebih tinggi dibanding laki-laki. Orang yang pisah ataupun bercerai mempunyai kecenderungan empat kali lebih besar untuk berusaha bunuh diri. Penyebab yang paling sering adalah karena pertengkaran ataupun kondisi hidup yang sangat stress.
Sedangkan temuan mengenai usaha bunuh diri yang berhasil dilakukan berbeda dibandingkan usaha bunuh diri yang tidak berhasil. Perempuan empat kali lebih sering melakukan usaha bunuh diri, namun demikian tingkat keberhasilan bunuh diri pada laki-laki dua kali lebih tinggi dibanding perempuan. Menurut dr Surjo Dharmono SpKJ (dalam Kompas, 6/1/11) “kaum perempuan itu sifatnya ingin mengakhiri sesuatu dengan indah. Karena itu, mereka sibuk merencanakan agar kematiannya juga indah dan biasanya berakhir dengan kegagalan bunuh diri". Di AS cara bunuh diri yang paling sering dilakukan oleh perempuan adalah menelan obat-obatan, sedangkan laki-laki cenderung menggunakan cara yang mematikan seperti menembak diri dengan senjata api. Penelitian oleh Batty dkk (2010) mencoba melihat hubungan antara Intelligence Quotient (IQ) rendah dengan kecenderungan melakukan bunuh diri pada laki-laki di Swedia. Penelitian yang melibatkan 1,1 juta orang itu menyimpulkan bahwa tingkat kecerdasan yang rendah diperkirakan memainkan peranan penting dalam percobaan bunuh diri. Pria-pria dengan IQ terendah hampir 9 kali lebih mungkin mencoba melakukan bunuh diri ketimbang pria dengan IQ tertinggi. Sementara di AS bunuh diri yang berhasil, paling sering dilakukan oleh orang lanjut usia (65 tahun keatas), dan lebih sering terjadi pada lanjut usia laki-laki.
Dalam bukunya Abnormal Psychology, Carson dkk (1996) juga menuliskan bahwa orang-orang yang masuk dalam kategori resiko tinggi melakukan bunuh diri adalah orang-orang yang mempunyai gangguan mood (mood disorder), mengalami perpisahan atau bercerai, orang lanjut usia, pencandu alcohol, dan penderita schizophrenia. Anak-anak beresiko melakukan bunuh diri jika orang tua-nya bercerai, meninggal atau berpisah, atau jika seorang anak berada dalam lingkungan rumah yang melecehkan, lalai, dan sembrawut. Temuan lain adalah bahwa 6 hingga 8 persen orang yang mencoba melakukan bunuh diri mempunyai sejarah anggota keluarga yang bunuh diri. Lebih jauh menurut Berman & Jobes (dalam Carson dkk, 1996) melihat aksi bunuh diri melalui media berakibat pada meningkatnya kasus bunuh diri pada remaja, hal ini di sebabkan remaja mudah terpengaruh oleh sugesti dan remaja mempunyai mempunyai kecenderungan berperilaku meniru (imitative).
World Health Organization memberikan skema proses yang terjadi dalam kognisi orang yang akan melakukan bunuh diri yaitu sebagai berikut :

BUNUH DIRI, KESEHATAN MENTAL DAN PENANGANANNYA
Temuan-temuan penelitian menegaskan bahwa ada hubungan antara perilaku bunuh diri dengan gangguan kesehatan mental. Beberapa faktor eksternal yang buruk memang menjadi penyebab awal (kemiskinan, perpisahan, perceraian, penyakit yang berkepanjangan, menderita kerugian finansial yang luas biasa, kehilangan status sosial, menjadi tahanan, dan lain-lain). Akan tetapi penyebab awal tersebut tidak cukup untuk mendorong seseorang melakukan bunuh diri. Terdapat sangat banyak orang-orang yang berada dalam kondisi bermasalah seperti tersebut diatas, tetapi kenapa hanya sebagian kecil dari mereka yang memutuskan untuk bunuh diri. Faktor lain apa yang ada pada orang-orang yang melakukan bunuh diri, tetapi tidak ada pada orang yang tidak memutuskan untuk bunuh diri. Faktor lainnya adalah permasalahan gangguan mental.
Semiun (dalam Lukman, 2010) mengatakan bahwa orang yang sehat secara mental mempunyai sikap menghargai diri sendiri, memahami dan menerima keterbatasan diri sendiri dan keterbatasan orang lain, memahami kenyataan bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya, dan memahami dorongan untuk aktualisasi-diri. Sebaliknya, orang yang tidak sehat secara mental mempunyai emosi yang tidak terkendali, secara kepribadian tidak matang sesuai usianya, tidak mampu menghadapi tekanan hidup, mempunyai tingkat kecurigaan yang tinggi pada orang lain, agresif, dll.
Terdapat banyak jenis gangguan mental dan salah satu jenis gangguan yang sangat beresiko terhadap bunuh diri adalah gangguan mood, atau disebut juga gangguan afeksi. Gangguan ini melibatkan perasaan yang terus menerus sedih ataupun terus menerus senang yang berlebihan, atau fluktuasi sangat senang dan sangat sedih. Bentuk mood disorder yang umum adalah depression, mania dan bipolar.
Dalam menghadapi orang dengan keinginan bunuh diri, target utama yang harus dilakukan adalah membantu mendampingi yang bersangkutan (ybs) dalam melewati krisis hidup yang tengah dilaluinya. Carson dkk (1996) menuliskan langkah pendampingan yang dapat dilakukan sebagai berikut : (a) memelihara hubungan dengan ybs; (2) membantu ybs menyadari bahwa kondisi stress mengganggu kemampuannya menganalisa situasi secara tepat dan mengganggu kemampuannya memilih diantara alternatif-alternatif pilihan; (3) membantu ybs menyadari bahwa tersedia cara-cara lain untuk menyelesaikan masalahnya (4) memainkan peran mendukung dan mengarahkan; (5) membantu ybs menyadari bahwa permasalahannya akan ada akhirnya.
DUKUNGAN PARLEMEN TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Parlemen melalui produk undang-undangnya dapat memainkan peran yang signifikan dalam usaha meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan menekan angka kasus-kasus yang dilatarbelakangi oleh rendahnya kesehatan mental masyarakat melalui penerbitan Undang-undang Kesehatan Jiwa.
Keberadaan UU Kesehatan Jiwa akan mendorong pemerintah agar memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental masyarakat, yang akan teraktualisasi dalam bentuk penganggaran, kebijakan maupun implementasi dilapangan yang pro kesehatan mental. Saat ini UU Kesehatan Jiwa telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014, akan tetapi belum masuk prioritas penyelesaian tahun 2011.
Tulisan ini telah dipublikasikan pada Info Singkat DPR RI edisi Bulan Januari 2011
Boleh dikutip dengan mencantumkan sumber
Lukman Nul Hakim
Email : luckey_knap@yahoo.com
DAFTAR BACAAN
1. Batty, G.D., Whitley, E., Deary, I.J., Gale, C.R., Psychosis alters association between IQ and future risk of attempted suicide: cohort study of 1.109.475 Swedish men. British Medical Journal., 2010.
2. Carson, Robert.C., Butcher, James N., & Mineka, Susan., Abnormal Psychology and Modern Life. 10th Ed. New York : HarperCollins Publisher Inc., 1996.
3. Hakim, Lukman N., Pembentukan UU Kesehatan Jiwa Sebagai Upaya Mendorong Pembangunan Sosial. Jakarta : P3DI Setjen DPR RI., 2010.
4. Ulmilla, Iva. Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kecenderungan Bunuh Diri Pada Rremaja yang Berstatus Sosial Ekonomi Lemah. Skripsi. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
5. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Daftar Prolegnas 2010-2014
7. http://megapolitan.kompas.com/read/2011/01/05/11054546/Awas..Bunuh.Diri.di.Mal.Jadi.Tren diakses pada 18 Januari 2011
8. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/15/162272/265/114/Bunuh-Diri-Akhiri-Impitan-Hidup diakses pada 18 Januari 2011
9. http://www.youtube.com/watch?v=Qvt6Ak0jF4s diakses pada 18 Januari 2011
10. http://www.beritabali.com/index.php?reg=&kat=&s=news&id=201009140002 diakses pada 18 Januari 2011
11. http://www.antaranews.com/berita/1261859503/bunuh-diri-terbanyak-tetap-di-gunungkidul diakses pada 18 Januari 2011
12. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/31/159107/124/101/Kasus-Bunuh-Diri-di-Gunung-Kidul-Meningkat diakses pada 18 Januari 2011
Labels: Bill, Mental Health, Social Psychology, Suicide
2 Comments:
Live Update Now
Insurance companies shall list project insurance plan and product, Contractor All Risk, project labor insurance for project development companies. . Join as Partner and update your profile in the dashboard for listing your services with opasco.com to generate Enquiry from customers and project development companies. search properties for rent in abu dhabi
Post a Comment
<< Home