Today, 23 November 2005
Friends, I have some thought to share with you guys. Aku hari ini bertemu dengan para pemimpin bangsa kita, aku bertemu Presiden Republik Indonesia, para menteri dan stafnya. Kami berkesempatan untuk menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada pak Presiden, dan beliau menjawabnya. Hari ini yang berkesempatan mengajukan pertanyaan adalah rekan Doni, pekerja di perusahaan IT di India asal Indonesia, rekan Tylla dan rekan Jusman.
Setelah acara ramah tamah dan tanya jawab selesai, kita makan siang. Selesai makan aku langsung bergegas keluar, mencari orang-orang ‘penting’ yang bisa diajak ngobrol secara informal, tujuanku satu, aku mau share pengalamanku di India, ada hal-hal di India yang bagus yang menurutku sebaiknya direnungkan, dan sekiranya cocok dengan iklim di Indonesia bisa diimplementasikan.
Aku berhasil. Aku ‘menemukan’ Bung Andi Malaranggeng. Wah pikirku bagus sekali kalo bisa ngobrol sama dia, karena dia salah seorang penasihat presiden yang omongannya tentunya didengar. Mudah-mudahan pikiranku bisa menarik perhatiannya.
Setelah berbasa-basi, dia bilang ‘saya tidak setuju jika teman kamu bilang bahwa pendidikan kita kalah dibanding India’. Saya bilang bilang saya setuju dengan dia, dalam artian untuk mengklaim bahwa pendidikan kita kalah dibanding India harus ada research yang komprehensif terlebih dahulu. Kemudian dia menambahkan kata-katanya, kira-kira begini, ‘coba bandingkan gedung-gedung di India sama Indonesia, kalah banget sama negara kita’. Dueng... saya kaget mendengarnya, kok jadi masalah gedung yang sangat ‘fisik’ sekali yang diperhatikannya. Saya langsung menjawab, ‘justru disitu bang kelebihan India dibanding kita, kita sangat peduli sama fisik, tapi tidak sama esensinya. Kalo abang dateng ke kampus saya di Jamia Millia, kampus saya kalah bang sama UI, dari segi kemoderenan fasilitas, tapi lihat laboratoriumnya, lengkap bang, memang bukan barang-barang yang bagus, shiny, tapi bisa dipake dan lengkap’, diapun manggut-manggut. Kemudian dia bilang lagi, ‘tadi temanmu bilang soal pendidikan law kita kalah, padahal UGM rangking 200 lho!’, langsung saya jawab lagi, ‘iya betul nomor 200, tapi kampusnya teman saya DU itu nomor 3’. Dia manggut-manggut lagi. 'Bahkan jurusan Mass Communication kampus saya the best di Asia bang' Kemudian diapun mengalihkan pembicaraan ke materi lain. Mengenai kenapa bisa cuma ada seratusan mahasiswa Indonesia disini, soal asal kampus saya di Indonesia, dan lain-lain.
Aku sedih bung Andi hanya melihat fisik dalam membandingkan India dengan Indonesia. Tapi kemudian aku berfikir. 5 bulan yang lalu akupun melakukan hal yang sama dengan Bung Andi. Aku sangat compare Infrastruktur India sama Indonesia. Tapi setelah beberapa bulan disini, aku memahami hal yang lain. Di India orang tidak very much concern dengan fisik, dan karena itulah -menurutku/mungkin- disini biaya kuliah, buku bisa murah. Ada banyak kemungkinan kenapa mereka tidak concern dengan fisik. Mungkin karena memang mereka sederhana, mungkin karena mereka tidak punya duit untuk yang fancy, atau mungkin mereka tidak perduli karena tidak punya sense of well appearance dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Tapi apapun alasannya, yang pasti hal itu membuat masyarakat India lebih mendapatkan kesempatan untuk merasakan pendidikan, dan lebih punya kesempatan untuk baca koran, baca buku. Karena murah.
Friends, mungkin yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa-i Indonesia di India adalah lebih menyebarkan pengalaman kita ke lebih banyak orang sehingga mungkin India’s sense of simple life (if it is the case, even, let's think that this is the case) bisa tersebar ke lebih banyak orang.
Oleh: Lukman Nul Hakim
Setelah acara ramah tamah dan tanya jawab selesai, kita makan siang. Selesai makan aku langsung bergegas keluar, mencari orang-orang ‘penting’ yang bisa diajak ngobrol secara informal, tujuanku satu, aku mau share pengalamanku di India, ada hal-hal di India yang bagus yang menurutku sebaiknya direnungkan, dan sekiranya cocok dengan iklim di Indonesia bisa diimplementasikan.
Aku berhasil. Aku ‘menemukan’ Bung Andi Malaranggeng. Wah pikirku bagus sekali kalo bisa ngobrol sama dia, karena dia salah seorang penasihat presiden yang omongannya tentunya didengar. Mudah-mudahan pikiranku bisa menarik perhatiannya.
Setelah berbasa-basi, dia bilang ‘saya tidak setuju jika teman kamu bilang bahwa pendidikan kita kalah dibanding India’. Saya bilang bilang saya setuju dengan dia, dalam artian untuk mengklaim bahwa pendidikan kita kalah dibanding India harus ada research yang komprehensif terlebih dahulu. Kemudian dia menambahkan kata-katanya, kira-kira begini, ‘coba bandingkan gedung-gedung di India sama Indonesia, kalah banget sama negara kita’. Dueng... saya kaget mendengarnya, kok jadi masalah gedung yang sangat ‘fisik’ sekali yang diperhatikannya. Saya langsung menjawab, ‘justru disitu bang kelebihan India dibanding kita, kita sangat peduli sama fisik, tapi tidak sama esensinya. Kalo abang dateng ke kampus saya di Jamia Millia, kampus saya kalah bang sama UI, dari segi kemoderenan fasilitas, tapi lihat laboratoriumnya, lengkap bang, memang bukan barang-barang yang bagus, shiny, tapi bisa dipake dan lengkap’, diapun manggut-manggut. Kemudian dia bilang lagi, ‘tadi temanmu bilang soal pendidikan law kita kalah, padahal UGM rangking 200 lho!’, langsung saya jawab lagi, ‘iya betul nomor 200, tapi kampusnya teman saya DU itu nomor 3’. Dia manggut-manggut lagi. 'Bahkan jurusan Mass Communication kampus saya the best di Asia bang' Kemudian diapun mengalihkan pembicaraan ke materi lain. Mengenai kenapa bisa cuma ada seratusan mahasiswa Indonesia disini, soal asal kampus saya di Indonesia, dan lain-lain.
Aku sedih bung Andi hanya melihat fisik dalam membandingkan India dengan Indonesia. Tapi kemudian aku berfikir. 5 bulan yang lalu akupun melakukan hal yang sama dengan Bung Andi. Aku sangat compare Infrastruktur India sama Indonesia. Tapi setelah beberapa bulan disini, aku memahami hal yang lain. Di India orang tidak very much concern dengan fisik, dan karena itulah -menurutku/mungkin- disini biaya kuliah, buku bisa murah. Ada banyak kemungkinan kenapa mereka tidak concern dengan fisik. Mungkin karena memang mereka sederhana, mungkin karena mereka tidak punya duit untuk yang fancy, atau mungkin mereka tidak perduli karena tidak punya sense of well appearance dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Tapi apapun alasannya, yang pasti hal itu membuat masyarakat India lebih mendapatkan kesempatan untuk merasakan pendidikan, dan lebih punya kesempatan untuk baca koran, baca buku. Karena murah.
Friends, mungkin yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa-i Indonesia di India adalah lebih menyebarkan pengalaman kita ke lebih banyak orang sehingga mungkin India’s sense of simple life (if it is the case, even, let's think that this is the case) bisa tersebar ke lebih banyak orang.
Oleh: Lukman Nul Hakim
Labels: Contemplation
0 Comments:
Post a Comment
<< Home